Dear Blogger yang BUDIman
Kali ini izinkan aku untuk bercerita tentang seorang lelaki yang amat sangat berpengaruh di dalam hidupku, mungkin, postingan kali ini terkesan sentimental, namun nampaknya harus tetap kutuliskan. karena aku takut apabila cintaku hanya tercatat sebagai memory indah di sel-sel sempit otakku maka sewaktu-waktu bisa terkikis bahkan hilang seiringnya waktu berjalan. Ini adalah kisah seorang pria yang yang memiliki senyuman yang khas, tampilan sederhana, dengan sikap agak pendiam namun selalu bersahaja. Sosok pria yang mencintai Allah.SWT dan senantiasa mengajak keluarganya untuk mencintai Tuhan sang pemilik alam semesta. Sosok seorang pria yang berpendirian serta berwawasan yang luas tentang agama yang ia yakini. Sosok seorang teknokrat sekaligus pengemban tugas sebagai imam disebuah musholah mungil di pinggiran kota di Makassar sana.
Ya, ini cerita tentang seorang pria, sosok manusia kedua yang menjadi idolaku setelah Rasulullah Muhammad S.A.W. Pria ini adalah manusia biasa yang penuh dengan kesederhanaanya serta keterbatasannya sebagai manusia. Beliaulah yang mengajarkanku betapa berharganya ilmu dan akhlaq dibanding harta atau apapun didunia ini. Beliau yang tak pernah mengajarkan apa itu marah, namun mengajarkan apa itu “maaf” serta mengenalkan apa itu “sabar”… dia adalah Bapakku.. yang kuberi julukan sayang Si Kesatria Bintang Timur.
Temanku, Blog-Reader yang berBudi
Kalau mau jujur, sosok Bapak bagiku bukanlah figur favorit dari sebagian besar waktuku, khususnya saat aku kecil, setidaknya itulah yang ada dibenakku saat aku masih balita, anak-anak, remaja, dan hampir dewasa. Sosok itu sangat jauh dengan sosok ibuku yang seperti malaikat kala itu. Juga beberapa tokoh idola bagiku seperti Pak Habibie, Bung Karno, Pak JK, Sultan Hasanuddin bahkan sampai kelas penyanyi macam Iwan Fals atau Batistuta si pemain sepakbola dari Argentina. Tetapi waktu menunjukkan bagaimana beliau memposisikan dirinya jauh lebih layak dari idola-idola saya yang lain.
Sejam yang lewat saya mencoba menelpon kerumah, seperti yang biasa saya lakukan di akhir pekan semenjak merantau ini, Sekaligus ingin mengucapkan “Selamat Hari Bapak”, yang setiap hari minggu ketiga selalu dirayakan sebagai hari bapak di Malaysia, mungkin juga ditempat lain.
Namun ternyata beliau lagi sakit, namun sekali lagi sakit demam yang ia derita semenjak kemarin karena mengantarkan istri sekaligus ibu dari anak-anaknya dan terkena hujan deras tidak menghalangi ia bertanya seperti biasa tentang keadaanku serta kondisi perkuliahanku disini, sembari memberikan nasehat yang tidak banyak berubah semenjak merantau ini. Dan tahukah kawan-kawan apa 3 hal yang selalu beliau ingatkan, setiap kami tersambung di jaringan telepon? … “jaga shalat malammu, rutinkan pusa sunnahmu dan bersedekahlah kalau ada kelebihan rejekimu”, setiap berbicara dengan beliau pasti menyinggung hal-hal tersebut. Sebenarnya masih banyak hal yang sering ia ingatkan atau nasehatkan, namun nampaknya 3 hal tersebut selalu menjadi barometer spesial bagi beliau buat menilai anaknya yang jauh dari pengawasanya.
Kalau flashback kebelakang, nampaknya, hampir keseluruhan guideline hidupku, aku dapatkan dari tuntunan beliau. Seperti yang aku tuliskan di postinganku yang lalu beliaulah bintang timurku, panduanku serta patokanku dalam mengarungi hidupku yang masih sering gamang ini. Hampir setiap hobinya adalah hobiku juga. Sebagai contoh aku ini termasuk hobi bahkan “gila” membaca, karena berkat beliaulah yang mengajariku mencintai buku. Bapakku sedari kecil, rutin memberikanku buku atau membawaku liburan diakhir pekan ke perpustakaan negara membaca. mengajariku bagaimana menjadi anggota dan meminjam buku disana. Beliaulah yang memperkenalkanku dengan bacaan-bacaan cerita rakyat, legenda, kisah-kisah sejarah nabi serta para-sahabat yang sampai sekarang masih menjadi genre kegemaranku untuk dibaca. Masih kuat di ingatanku kelas satu 1 Mts saya sudah 2 kali tukar kartu keanggotaan Perpusnas saking seringnya minjam buku, juga hadiah buku bersampul tebal dari bapakku ketika masuk MTs adalah buku dengan judul 60 sahabat nabi.
Bapakku memang hobi membaca, saya fikir sebagian besar waktu luangnya adalah membaca, semua jenis bacaan bermutu ia konsumsi, ia pecinta buku sejati, penikmat sekaligus pengagum ilmu pengetahuan.
Bagiku ia sosok inspirator terbesarku selain ibuku dalam menuntut ilmu. Ia memiliki kemampuan “magis” untuk bisa menyemangati aku untuk bisa tetap belajar. Ia selalu punya cara untuk membakar semangat motivasi anak-anaknya untuk bisa belajar khususnya aku dengan cara-cara yang unik. Diantara cara-caranya yang unik ada 2 hal yang sampai sekarang amat sangat berbekas bagi aku sampai sekarang.
Ketika saya masih berumur belasan, baru tamat SD waktu itu kalau nggak salah, selepas lebaran kami sekeluarga pulang kampung kesebuah daerah yg cukup terpencil di sulawesi sana. Ketika itu bapak mengajak berziarah ke makam keluarga sebagaimana yang biasa dilakukan orang. Yang aneh waktu itu kami diajak menerobos hutan belukar agak jauh dari pekuburan umum itu. Lalu kami sampai ke sebuah dataran yang tidak begitu luas namun agak lebih tinggi. Lalu bapak berkata kepada aku dan adikku “ini dulu kawasan kampung lama nak, sebelum orang-orang pada pindah, lihat disebelah sana ada makam-makam tua.. ayo kita kesana” ucapnya... yah kami ngikut saja kemana beliau melangkah... dan tepat dibawah rerimbunan pohon-pohon mangga dan kelapa memang terdapat banyak kuburan-kuburan tua.
Namun yang namapak beda adalah 2 buah makam yang agak lebih besar dan tinggi yang berada tepat ditengah-tengah kawasan makam-makam kuno itu, lalu kamu menuju kesalah satu dari 2 makam tersebut.
Namun yang namapak beda adalah 2 buah makam yang agak lebih besar dan tinggi yang berada tepat ditengah-tengah kawasan makam-makam kuno itu, lalu kamu menuju kesalah satu dari 2 makam tersebut.
“Nak coba bacakan al-fatihah buat penghuni makam ini” sambil ia pun berdiri disamping makam kuno itu dan mulai melafalkan bacaan fatihah. Lantas kami berduapun berdiri disamping bapak lalu ikutan membacakan surah tersebut. Selepas itu lalu bapak menyentuh bahu kami, sembari bertanya... Nak, kalian tahu makam siapa ini?. Aku dan adikku kompak menggelengkan kepala menandakan kami tidak tahu. Iya kami berdua memang tidak tahu milik siapa makam itu, soalnya kami belum pernah kesitu sebelumnya.
Melihat kami berdua menggelengkan kepala, bapak langsung menjawab pertanyaanya sendiri. “Namanya Tuan Guru K****a”..sambil menatap kami, lalu bapak melanjutkan perkataanya lagi “beliau seorang yang berpengetahuan agama luas, salah seorang penyebar agama islam dan menjadi guru agama buat orang-orang di kampung didaerah ini dulu”... Lalu nampak mata bapak berkaca-kaca lalu ia melanjutkan lagi kalimatnya yang terputus.."beliau adalah ***** *******”..dan akupun terdiam.
Setelah bapak berhenti dengan cerita-cerita tentang “******” itu, lalu kudatangi bapak dan bertanya...”pak, boleh nggak saya ngebacaain lagi Al-fathihah, tadi saya nggak serius”, bapak cuman tersenyum lalu mengiyakan permintaanku.
Dalam perjalanan pulang dari makam itu bapak berkata yang sampai sekarang masih sering terngiang ditelinga aku...“Nak, orang berilmu dan berpengetahuan agama itu dimuliakan bukan hanya dilangit tapi juga di bumi”. Sembari tersenyum kepada kami. Senyuman khas bapakku yang masih tidak berubah sampai sekarang.
Saya teramat yakin bahwa maksud bapak dengan mengajak kami ke makam kuno itu bukan untuk mengajariku mengkultuskan seorang tokoh, mengkeramatkan kuburan atau mencontohkan perbuatan syirik. Akan tetapi memberikan contoh tentang bagaimana orang berilmu pengetahuan itu diangkat derajatnya juga untuk memperkenalkan kami dengan “akar” dari mana kami berasal.
Setahun sebelum itu juga, bapak pernah mengajak saya kesebuah tempat yang “unik”, menurut aku ketika itu. Ketika itu mengendarai vespa putih kesayanganya, ia memboncengku kesebuah gedung tua yang kayaknya sudah begitu tak terurus. Lalu kami masuk kedalam sebuah ruangan. Nampaknya di ruangan itu bapak sepertinya menyimpan banyak kenangan. Tapi di ruangan itu walaupun aku bertanya tentang tempat apa itu, bapak cuman tersenyum. Nah diperjalanan pulang kami, kami singgah di sebuah pedagang es kaki lima tak jauh dari tempat itu, sambil bapak memesankan es sirup berwarna merah untukku dan kue songkolo (nasi ketan yang dilumuri kelapa asin) bapak baru bercerita bahwa tempat tadi itu adalah ruang kelasnya waktu kuliahan dulu sambil berkata “suatu saat nanti budi juga kuliah yah nak..!!”.
Setelah agak menjelang dewasa aku baru tahu bahwa tempat itu adalah kampus Unhas lama. Kampus dimana bapakku pernah tercatat sebagai mahasiswa dijurusan teknik mesin. Nampaknya hari itu ia ingin bernostalgia dengan masa lalunya sembari menginspirasi anak lelaki tertuanya.
Dari pamanku yang juga juniornya di teknik mesin, aku banyak mendengar cerita-cerita ketika bapakku kuliah di teknik mesin Unhas. Ternyata perjuangan bapakku untuk meraih gelar insiyur itu tidaklah segampang yang kubayangkan. Ternyata ketika berkuliahan dulu sambil nge-assitensi tugas2 juniornya, bapakku juga membuat sekaligus jualan kue jalangkote, kue tradisional makassar ini bapakku jual dengan menitipkan ke warung-warung orang, tidak hanya itu beliau juga jualan bensin eceran di pinggir jalan bersama adik-adiknya.
Bapakku memang sosok yang mandiri. Belum lagi ketika itu masa pergolakan di SUL-SEL, jadi kalau ujian mesti masuk hutan karena para dosen rata-rata lagi dihutan bersembunyi. Perjuangan yang luar biasa... Lagi-lagi dari cerita pamanku itu, aku tahu perjuangan bapakku tidaklah sia-sia. Dia berhasil menggondol gelar “ tukang insiyur” kayak si doel anak sekolahan. Dan yang lebih kerenya lagi, yang juga sumber motivasi dan inspirasi buat kami anak-anaknya, ternyata bapakku adalah orang pertama di kabupatenya yang bergelar insinyur.
Bapakku memang sosok yang mandiri. Belum lagi ketika itu masa pergolakan di SUL-SEL, jadi kalau ujian mesti masuk hutan karena para dosen rata-rata lagi dihutan bersembunyi. Perjuangan yang luar biasa... Lagi-lagi dari cerita pamanku itu, aku tahu perjuangan bapakku tidaklah sia-sia. Dia berhasil menggondol gelar “ tukang insiyur” kayak si doel anak sekolahan. Dan yang lebih kerenya lagi, yang juga sumber motivasi dan inspirasi buat kami anak-anaknya, ternyata bapakku adalah orang pertama di kabupatenya yang bergelar insinyur.
Ah,.. nampaknya jikalau harus di tuliskan semua mengenai bapakku, maka aku rasa tidaklah cukup waktu untukku menceritakan semuanya, biarlah ajarannya, motivasinya, inspirasinya, mengalir dalam darahku dan insyaALLAH kelak bisa aku teruskan untuk anak-anakku kelak dan aku hanya berdoa agar Allah memberikan kemuliaan kepada beliau dan mengasihinya sebagaimana beliau mengasihiku. Amin ya Allah.
Bapak
You believed in me and your words were the guiding light in my path to success
Selamat hari Bapak
Anakmu.
0 comments:
Post a Comment