Kita dilahirkan ke dunia telanjang bulat, tanpa membawa apa-apa. Pertama kali kita hadir di dunia ini, kita hanya bisa menangis, dan disambut dengan senyum dan tawa bahagia orang tua dan keluarga yang menanti kehadiran kita. Kalau kita lahir langsung tertawa, mungkin ibu kita orang pertama yang akan jatuh pingsan. Hari demi hari berlalu, kita mulai bisa tengkurap, merangkak, berdiri, dan melalui perjuangan yang penuh dengan jatuh bangun, akhirnya kita bisa berjalan.
Pada awalnya kita tidak bisa apa-apa, namun karena kita belajar berjalan, kita menjadi bisa berjalan. Awalnya kita tidak bisa bicara, bisanya menangis jika kita lapar dan menginginkan sesuatu lainnya; dengan belajar bicara, kita sekarang jadi pandai bicara, bahkan banyak yang bicaranya ngacau… Awalnya kita tidak bisa baca tulis, lalu kita pergi ke sekolah dan belajar baca tulis, sekarang kita sudah pandai baca tulis. Jadi, pada mulanya kita tidak bisa, tapi dengan belajar sekarang kita menjadi bisa. Kata kuncinya adalah belajar.
Selanjutnya, setelah kita dewasa, kita pun berjuang pantang menyerah untuk meraih cita-cita kita. Ada yang berhasil meraih cita-cita yang diimpikannya dan ada juga yang tidak atau belum berhasil. Yang telah berhasil mewujudkan cita-cita atau impiannya biasanya disebut orang sukses. Paling tidak sukses menurut definisinya sendiri. Apalagi kalau hartanya melimpah ruah, pasti orang-orang di sekelilingnya menyebut dia itu “orang sukses”. Ya memang benar sih, paling tidak dia memang telah sukses secara materi walau makna kesuksesan yang sejati tidak melulu menyangkut materi. Kabar buruknya adalah hanya sedikit orang yang menikmati karunia sukses itu, atau dengan kata lain sebagian besar populasi kita masih belum berhasil (kalau enggan disebut gagal) meraih apa yang diimpikannya atau sebut saja dengan kata “sukses”.
Lalu sekarang, ramai-ramai orang berpacu mengejar sukses. Walau mungkin ada di antara yang ikut pacuan itu belum mengerti apa yang ia kejar dan bertanya pada peserta lainnya, “Maaf, boleh nanya. Kita kan sedang berpacu mengejar sukses. Sebenarnya sukses itu apa?”Dengan kesal peserta itu menjawab, “Kamu ini gimana, masa sukses saja nggak tahu. Lha wong saya juga nggak tahu…”
Ha..ha..ha.., ini hanya bercanda. Pesan moral dari cuplikan di atas adalah sebenarnya ada atau banyak di antara kita yang sebenarnya belum memahami makna kesuksesan yang sesungguhnya menurut definisi kita sendiri berdasarkan suara hati kita yang terdalam (inner voice). Lalu, bagaimana kita akan mengejar sesuatu yang belum jelas? Bagaimana kita akan mewujudkan mimpi kita jika mimpi itu masih kabur?
Maka sebagai langkah awal, kita harus mengenal siapa diri kita yang sesungguhnya, mengetahui tujuan hidup kita yang tertinggi, dan mengetahui misi hidup kita di dunia ini.
Kemudian sekarang pertanyaannya adalah apakah kesuksesan bisa dipelajari? Jawabannya adalah ya, kesuksesan bisa dipelajari. Banyak para ahli dan peneliti yang sudah merumuskan filosofi-filosofi untuk meraih kesuksesan lewat penelitian yang panjang dari pengalaman orang-orang sukses di dunia. Banyak juga kita jumpai buku-buku motivasi dan rahasia sukses yang ditulis oleh para pakar dan para ahli di bidangnya.
Di antara folosofi kesuksesan itu antara lain menyebutkan, jika ingin sukses kita harus :
Memiliki tujuan hidup yang pasti,
Membina kepribadian yang menarik,
Membangun sikap mental positif,
Mengendalikan pikiran dan semangat,
Belajar dari kekalahan dan kegagalan,
dan masih banyak lagi.
Bayak sekali rumus dan hal positif yang mereka tuliskan untuk pencapaian sukses. Namun semua itu tidaklah mudah untuk dilakukan. Terrtama kalau satu bagian dari diri kita belum terprogram untuk melakukan hal itu. Kita bisa saja melaksanakan petunjuk yang disebutkan dalam buku-buku rahasia meraih sukses tersebut tapi hal itu biasanya berjalan tidak lama dan kita kembali pada kebiasaan semula. Sekali lagi ini terjadi karena satu bagian yang amat menentukan dalam diri kita belum terprogram untuk hal itu.
Apakah bagian diri kita itu? Bagian diri kita tersebut sekaligus menjadi jawaban pertanyaan di atas tidak lain dan tidak bukan adalah pikiran kita. Lebih tepatnya pikiran bawah sadar kita. Karena pengaruh pikiran bawah sadar terhadap diri kita 9 kali lebih kuat dari pikiran sadar. Ada sebuah buku yang sangat bagus yang menjelaskan rahasia ini, judulnya Manage Your Mind For Success karya Adi W. Gunawan dan Ariesandi Setyono. Inti yang menjadi pembahasan adalah kesuksesan dan kualitas hidup kita ternyata tergantung dari kualitas berpikir kita. Dan ternyatanya lagi kualitas berpikir kita tidak mungkin positif dan bertambah baik tanpa belajar. Sebuah proses pembelajaranlah yang membuat kualitas berpikir kita semakin baik. Sebagaimana sebilah pisau yang sebenarnya tajam, bila tidak digunakan dan diasah maka lambat laun akan tumpul dan berkarat.
Tidak ada orang jenius di dunia ini yang setelah mencapai suatu sukses, kemudian berhenti belajar karena sudah merasa cukup. Mereka terus mempelajari hal-hal baru, keahlian baru, karena ilmu itu bagai samudera tak bertepi. Ada pengalaman nyata di tempat tinggal saya, seorang tokoh agama yang merasa dirinya sudah pandai dan ia sama sekali tidak mau belajar meningkatkan pengetahuan dan wawasannya lagi. Suatu hari ia membaca sebuah sticker dan langsung tersinggung, marah-marah, memaki-maki dan menjelek-jelekkan orang lain tanpa fakta yang benar, kemudian menarik diri dari pergaulan masyarakat, padahal apa yang tertulis di sticker itu benar adanya dan tidak ditujukan untuk dirinya. Hatinya ternyata sudah mengeras, orang jawa bilang “ati wangkot”. Sebabnya ya itu tadi, ia telah menganggap dirinya pandai dan tidak membutuhkan untuk belajar lagi dari universitas kehidupan padahal dunia terus berubah, masalah terus bertambah dan ilmu itu bagaikan samudera tak bertepi. Umur memang terus bertambah tapi belum tentu kearifan atau kebijaksanaannya juga.
Hadits Nabi mengatakan, “Tuntutlah ilmu dari ayunan sampai liang lahat”.
Tidak ada yang membatasi kita untuk berhenti belajar. Bagi yang masih sekolah, belajar adalah makanan tiap hari. Bagi yang masih muda, belajar adalah kewajiban untuk bekal di hari tua. Bagi yang sudah tua, terus belajar akan membuatnya semakin arif dan bijaksana. Bagi yang sudah sukses, belajar adalah untuk mempertahankan dan meningkatkan kesuksesannya.
Tidak ada alasan bagi kita untuk berhenti belajar, kecuali maut sudah menjemput. Sehebat apapun kita sekarang, masih banyak hal yang belum kita tahu. Teknologi terus berkembang, politik dan ekonomi selalu berubah, ada undang-undang baru, strategi investasi baru, kawasan industri baru, peluang bisnis baru, keahlian baru, penemuan-penemuan baru, dan lain sebagainya hasil dari inovasi yang tiada henti. Perubahan selalu terjadi, kalau kita tidak belajar mengikuti perkembangan jaman, kita akan menjadi seperti seorang kakek yang baru turun gunung dan mendapati dirinya terdampar di negeri yang asing, terkejut dengan pesatnya perubahan yang terjadi. Seperti kata pepatah, “Tidak ada yang kekal di dunia ini. Yang kekal adalah perubahan itu sendiri.”
Jika diibaratkan konteks itu gelas dan isi itu air, sebuah gelas yang kecil bila dituangi air terus-menerus pasti akan meluap. Maka diperlukan gelas yang lebih besar untuk menampung air yang lebih banyak. Konteks adalah kapasitas pikiran kita menyimpan informasi dan isinya adalah ilmu dan pengetahuan yang kita cari. Dengan terus belajar, konteks kita akan meluas. Dengan isi-isi baru yang relevan, kita akan semakin pandai berlari mengejar sukses.
Pikiran kita bekerja sesuai dengan pemahaman tentang apa-apa yang kita tahu. Jika di era informasi yang semakin canggih ini kita tidak tahu apa-apa, maka kesuksesan hanya akan menjadi seperti istana di seberang sungai, yang dapat kita lihat tapi tak dapat kita capai. Dengan belajar, kita membuat perahu yang berlayar menyeberangi sungai menuju istana impian kita atau membangun jembatan yang menyeberangi sungai itu.Hanya orang bodoh yang berhenti belajar…Selamat belajar hal baru yang akan membuat Anda luar biasa!
Tq to; Dody
0 comments:
Post a Comment