Pages

Friday, October 22, 2010

Guru Istimewa Untuk Murid Yang Istimewa

Menjadi guru, bukanlah pekerjaan mudah. Didalamnya, dituntut pengabdian, dan juga ketekunan. Harus ada pula kesabaran, dan welas asih dalam menyampaikan pelajaran. Sebab, sejatinya, guru bukan hanya mengajarkan tapi juga mendidik. Hanya orang-orang tertentu saja yang mampu menjalankannya.


Dulu waktu masih di bangku kuliahan di fakultas umar bakri disebuah universitas di Makassar, kalimat-kalimat diatas sering kali terdengar, namun seringkali cuman masuk ditelinga kiri, hinggap sebentar di otak, lalu keluar lagi di telinga kanan, yah kalimat2 diatas kerap kali menjadi doktrin2 pamungkas yg kerap keluar dri mulut para dosen matakuliah yang mengajarkan “how to be a good teacher”… yayaya!!.. saya masih ingat kok siapa- nama dosen yang pernah ngucapin kalimat2 itu bahkan saya masih ingat kok siapa-siapa nama dosen-dosen yg pernah ngajar waktu di bangku kuliahan bahkan guru2 dri SD sampai STM pun rasa2 nya masih saya ingat,.. yaah minimal itulah appresiasi saya sebagai murid yg pernah mereka ajar dengan tidak melupakan nama mereka,… karena jauh dilubuk hati saya juga berharap kelak murid-murid yang pernah saya ajar tidak juga lupa terhadap saya…ngareeppp,,…hehehe


Menjadi guru memang penuh suka duka, itu yang sering saya tangkap dri pembicaraan dgn kawan2 yg seprofesi, baik dulu di Makassar di Batam ataupun skrg di Kuala Lumpur ini.. dari kisah2 yg diceritakan kawan2, sy bisa mengambil benang merah cerita mereka, bahwa …Menjadi guru juga bukan sesuatu yang gampang, apalagi jika tidak disertai dengan niatan tulus karena ingin mendidik dan membimbing para murid2nya.


Berat memang menjadi seorang guru yg bisa mendidik ..”not just teaching but also nurturing” diperlukan daya tahan tubuh yang lebih serta kesabaran diatas rata-rata apalagi menjadi guru bagi anak-anak yang mempunyai “keistimewaan”. …


Maksud sy keistimewaan disini adalah anak-anak didik yang lain dripada yg biasanya kita temui,…yaah ada yg bilang org cacat mental or fisik, ataw di Malaysia ada istilah OKU (orang kurang upaya), … yaah terserah deh gmn mau nyebutinnya,.. namun yang pasti saya ada sdikit cerita, sekaligus saya merasa beruntung sekali pernah menjadi guru anak-anak berlabel “istimewa" ini, walau hanya dalam kurun waktu yg singkat. Ada kenikmatan tersendiri, berada mengajar anak-anak dengan latar belakang 2 anak lelaki dyslexia dan sepasang anak Cerebral Palsy (sindroma gangguan otak belakang) yg menyebabkan mereka keterbelakangan mental


Ceritanya begini waktu itu ada kawan yang nge sms ketika saya baru saja selesai maen futsal bersama kawan2 di hari minggu, suatu rutinitas akhir pekan yg kerap kami lakukan untuk menjaga kebugaran tubuh serta silaturahim mhasiswa2 Indonesia di University Malaya, bunyi smsnya seperti ini…


Asslm… bud,.. ada 2 anak yg perlu guru privat untuk diajarin xxxx, anak yg stu umur 17 thun dan satunya lagi 15 tpi mereka agak terbelakang mentalnya, kalau mau hari selasa sdh bs dimulai, gmn …


Nah jadilah saya “cikgu” (guru) dadakan, … yah mau diapalagi selain saya perlu kerjaan waktu itu, serta berbagai alasan lainya seperti, saya perlu latihan mengajar,… maka proses belajar-mengajar pun dimulai,.. dan sy berharap juga dengan mengajar mereka saya tdk lupa thd pelajaran yg pernah saya pelajari.. akhirnya anak-anak “istimewa” itu di bawah arahan “cikgu budi” hehehe memulai cerita kebersamaan mereka dan lumayan bertahan,


Mungkin karena saya betah ngajarin anak2 dgn jenis “istimewa” Lalu ada lagi kawan yang mewariskan kelas home tuition dikarenakan dia harus kembali ke Indonesia dan sperti yg anda bisa tebak kali ini yg diwariskanya adalah 2 adik kakak…. Anak2 “istimewa” penderita dyslexia.


Kisah kasih..kekekek..or cerita suka duka mengajarkan anak2 dengan keistimewaan, tersebut terlalu banyak yg berkesan bagi saya, namun yg pasti dari merekalah saya banyak mendapatkan ilmu,.. loh kok bisa, padahal kan saya yg ngajarin mereka??......... yah namun itulah faktanya saya mendpatkan banyak manfaat dari mengajar anak2 berlabel “istimewa” ini …… sinmplenya seperti ini; untuk anak yg menderita keterbelakangan mental saya lebih banyak di uji kesabaran,.. hehehe…


Coba deh bayangkan untuk mengajari hal yg sama saya harus mengulangi itu berkali2 bahkan mungkin seratusan kali… hari ini hafal pertemuan berikutnya sdh lupa lagi..hehehe,.. blum lagi klw dalam proses belajarnya mereka nggak mood atw bertengkar sesamanya,.. atw yg lebih parah kalau ada diantara mereka yg lagi belajar tiba2 ngompol..bisa dibayangkan betapa serunya anak remaja umur 17 tahun dan 15 tahun sedang anda ajar tiba2 ngompol..hahaha..seruuu !!!.....dan pernah sekali lebih parah lagi, kami lagi sholat berjamaah tiba2 salah satunya ngompol saking banyaknya sampai ngebasahin sejadah dan kaki saya jg bawah celana saya ,..yaa otomatis shalat harus diulang dgn celana yg lain tentunya ..trus mana saya nggak bawa celana ganti lagi, dan lebih parahnya lagi saya sebenarx mau singgah ke kondangan selepas ngajar mereka….hahaha.. Nah itu sekelumit cerita tntang murid saya yg memiliki keterbelakangan mental.


Lain lagi dengan 2 murid saya yg menderita dyslexia,… dari kedua anak inilah saya justru banyak belajar mengenai apa itu “mengajar” dri persepektif yg lain,.. ceritanya bgini, waktu itu saya dapat “warisan” dri seorang sahabat yg kuliah masternya di UM sdh selesai dan memutuskan untuk pulang ke Indonesia, akhirnya berkat dialah saya berkesempatan ngajarin 2 org anak yg menderita dyslexia ini, saya kurang begitu tahu alasan dibalik knapa dia memilih saya untuk melanjutkan ini,.... ntah!! mungkin karena dia menilai saya org yg patut di bantu dri segi ekonomi yaa..weuw.weuw…!! atw karena melihat track record saya pernah ngajarin anak “istimewa” sebelumnya dan lumayan bertahan…hahaha


Anyhow,.. the journey goes on.. Pada awalnya sih saya agak ragu apakah saya mampu untuk bs ngajarin anak2 ini, … baik 2 anak yg punya keterbelakangan mental atau 2 anak penderita dyslexia ini,.. soalnya saya nggak pernah ngambil matakuliah “ disorder linguistic atw human communication disorder” jdi untuk menghadapi anak2 dengan keistimewaan seperti itu saya jujur saja, nggak ada basic yg mumpuni… namun karena melihat kawan saya yang pernah ngajarin ini anak malah basic keilmuannya justru ekonomi, saya jd tertantang.. “ dia aja bisa kenapa saya nggak” …


Akhirnya proses belajar mengajarpun dimulai,.. 1-2 bulan pertama mengajar anak2 dyslexia ini banyak makan hati … anak2 dgn jenis ini sering bengong dan berimajinasi sendiri yah seperti dibahasakan beberapa ahli yg saya baca journalnya, mereka tercluster sbgai “above-average Imagination” ..yaa mereka memiliki tingkat imajinasi yg sangat tinggi… namun berkat merekalah saya bisa mempraktekkan beberapa teori atw approach pengajaran, merekalah laboratorium hidup saya… berkat merekalah saya membuka journal2 kesehatan dan psychology tentang apa itu dyslexia,.. berkat mereka pulalah wawasan saya tentang psychology anak2 bertambah,.. walaupun klw dibandingkan kak seto atw pakar perkembangan jiwa anak2 saya ini masih golongan kasta sudra…hahahaha…


Namun situasi berinteraksi dgn anak2 dyslexia yg membantuku menemukan satu pendekatan atw treatment terhadap mereka bahwa mereka perlu sentuhan kasih sayang dan apresiasi yg lebih dari org2 disekelilingnya dan satu kesimpulan bahwa anak2 penderita dyslexia itu sebenarnya “genius” dalam bidangnya tinggal orang tua dan guru yg membantu serta mengarahkan mereka menemukan di bidang apa mereka sebenarnya unggul… yg pasti jika mereka mendapatkan treatmen yg pas,.. akan lahir lagi ilmuwan sekelas Albert Einstein, Leonardo da Vinci, artis sekelas Tom Cruise, Keanu reeves, Orlando Bloom atw pemimpin negara sekelas Lee Kuan Yeuw serta masih banyak lagi org2 yg hebat lainnya yg ketika mereka kecil di vonis menderita dyslexia.


Yaah memiliki pengalamn pernah mengajar beberapa anak2 “istimewa” benar-benar membuka kesempatan saya untuk belajar lagi memahami “ciptaan” yang maha kuasa, namun seperti yg kita yakini baik kita ataupun mereka si anak2 istimewa terlahir untuk sebuah scenario kehidupan yg telah terancang dan bukan karena suatu kebetulan atau kesia-sia. Kita maupun mereka terlahir untuk suatu skenario kehidupan yg sungguh luar biasa jika kita sadar akan hal tersebut.


Namun sayangnya kisah-kasih kebersamaan dengan mereka harus berakhir ..yaa "cikgu budi" harus pensiun ..hehehe,.. si kakak adik keterbelakangan mental harus berakhir karena alasan jarak dan transportasi yg nggak mendukung,.. soalx waktu itu masih pakai motor YASUGOK (yamaha suka mogok) yng lumayan boros dan berbahan bakar bensin campur (campur dorong maksudx)... sampai akhirx si yasugok harus di musiumkan karna nggak sanggup lagi berlari...hehehe, mana klw pakai tranportasi umum harus pakai kereta LRT dan 2 kali naik bus umum dgn jurusan yg berbeda, jadi klw ngajar harus 2 jam sblum waktux sdh harus brngkat dri rumah... jadi akhirx setelah mengajar 5 bulanan minta pensiun dini..hehehe... berbeda dengan anak2 penderita dyslexia ini kisah kebersamaan kami selama kurang lebih setahun harus berakhir ketika keluarga mereka memutuskan untuk pindah rumah...sedih sih !! namun kisah bersama murid2 istimewaku ini tak akan pernah terlupankan..(suatu saat sy akan menuliskan lebih tentang kisah2 dan methode2 pengajaran yg terapkan terhadap murid2 penderita dyslexia saya ini)


Anyway, Kembali kepersoalan guru atw tenaga pengajar,.. saya teringat kalimat2 di sebuah blog milik kenalan saya yang mengatakan menjadi guru bukan pekerjaan mentereng. Menjadi guru juga bukan pekerjaan yang gemerlap. Tak ada kerlap-kerlip lampu sorot yang memancar, juga pendar-pendar cahaya setiap kali guru-guru itu sedang membaktikan diri. Sebab mereka memang bukan para pesohor, bukan pula bintang panggung.



Namun, ada sesuatu yang mulia disana. Pada guru lah ada kerlap-kerlip cahaya ‘bintang” kebajikan dalam setiap nilai yang mereka ajarkan. Lewat guru lah memancar pendar-pendar sinar keikhlasan dan ketulusan pada kerja yang mereka lakukan. Merekalah sumber cahaya-cahaya itu, yang menyinari setiap hati anak-anak didik mereka.


sahabatku pembaca blog ini, saran saya jika ingin merasakan pengalaman batin yang berbeda, cobalah menjadi guru. Rasakan kenikmatan saat setiap anak-anak itu memanggil Anda dengan sebutan itu, dan biarkan mata penuh perhatian itu memenuhi hati Anda. Ada sesuatu yang berbeda disana. Cobalah. Rasakan….


Kuala Lumpur,.. 2010

Cikgu yg sedang terkenang murid2 “istimewanya”


Budi,..

1 comments:

Anonymous said...

Ah! akhirnya aku menemukan apa yang saya cari. Kadang-kadang dibutuhkan upaya untuk menemukan begitu banyak berguna bahkan sepotong kecil informasi.